Jiwa akan tenang apabila menyenangkan yang lain

Tidak susah untuk susah, tidak pulak senang untuk menjadi senang! Ungkapan yang biasa didengar. Malah acapkali dipakai apabila kita membicarakan tentang kehidupan dan manusia. Susah senang bergantung kepada pilihan seseorang manusia, bagaimana mereka bersedia dan berusaha menghadapi setiap cabaran, dan selebihnya datang dari kuasa dan kehendakNya. 



Memang mudah untuk susah. Umpama membiarkan bahtera tak bernakhoda, membelah lautan luas tanpa arah dan batasan. Akhirnya, bahtera akan hanyut, hilang atau tenggelam. Bagai membilang 1,2, 3. Mudah di mata walau tidak selalu mudah  di hati. 

Dan untuk menjadi senang, tidak semudah membiarkan diri menjadi susah. Untuk menjadi senang bagai mengorbankan seluruh jasad. Bersedia memerah segala kudrat, rela berkorban apa yang ada, malah tekad meminggir segala impian dan harapan. Diri dibelengu kesukaran dan persoalan demi menzahirkan keinginan yang lain.


Tidak mudah sebenarnya walau pada dasarnya cukup senang melahirkan kata2. Kata kau bukan kataku! Melihat tidak pernah sama hasilnya seperti merasa. Menunggu bulan di riba, tidak sesenang mengutip sulaiman di pantai. Hanya kekuatan diri menjadi benteng untuk bertahan. Apabila sesuatu telah bermula, bukan mudah untuk berpatah balik. Malah untuk membuat pusingan U juga, bukan pilihan yang ada. No parking pula sentiasa menjadi batu penghalang pada setiap kemungkinan.

Abadikan diri. Sujud demi menagih keajaiban kasihNya. Mengharap masih ada ruang untuk kembali berjuang. Lalu jiwa dipimpin menjadi lebih tenang. Keluh kesah menjadi buah yang lebih manis. Menyenangkan yang lain adalah kemenangan yang tidak terungkap.

Lalu hati selalu berkata : melihat senyuman orang lain sudah memadai bagiku. Senyum dan tawa menjadi pengubat lara. 
Jiwa pula sering berbisik : tenangkan diriku ya Allah apabila aku menyenangkan yang lain...amin ya rabbal alamin.